Sejak itu, aku mulai menghafal makanan kesukaanmu, memperhatikan organ tubuhmu yang semakin lama melemah, atau sekedar mencuri pandang saat kau tertidur di pangkuanku. Dan kau, lagi-lagi tak sadar kalau aku yang menaruh mawar di samping kasurmu. Setiap hari sampai kau benar-benar menyetujui kalau mawar itu putih, bukan merah.
Besoknya, kau masih tak tahu kalau akulah yang menaruh lem di buku kesayanganmu. Jelas tergambar bagaimana air mata membasahi pipimu saat itu. Aku terus tertawa melihatmu menangis. Bukan karena aku tak punya hati, justru aku bangga bisa membuatmu menangis. Beberapa detik kemudian kau mengutuk pelaku kejahatan itu di hadapanku. Tak sadarkah kau kalau akulah penyebab semuanya? Ah, kau terlalu polos untuk melihat pertanda.
2 tahun sejak kau menangis hari itu, aku kembali melihatmu menangis lagi. Kali ini, aku juga penyebab kau menangis. Aku memang selalu membuat wanita menangis, mungkin. Tapi, aku tak dapat tertawa saat kau menangis malam ini. Aku justru tak dapat melihatmu atau menyeka air matamu. Aku tak ingin menambah air matamu malam ini.
Besok, aku tak ingin melihat air matamu lagi sejak kejadian malam ini. Atau aku tak ingin membuatmu menangis lagi. Tersenyum lagi atau tertawa lagi. Aku hanya ingin kau ada disampingku tanpa air mata, tanpa tawa atau sekedar senyuman di bibirmu. Walau kau hadir di pangkuanku saat ajal menjemput kelak.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer