Sepasang muda-mudi saling berputar dan melompat-lompat kecil. Menggerakkan seluruh anggota badan mengikuti irama pulau sari. Mata tak saling memandang dan kulit tak saling bersentuhan. Hanya gerakan kaki dipandang sebagai pengenal siapa dia. Sesekali mata melirik dan gadis pun tersipu malu. Berputar lagi sebanyak dua belas kali pada ragam tari yang berbeda.
Sepasang muda-mudi melayu pada tari itu akhirnya menikah pada tahap keduabelas ragam tarian ini. Saputangan menjadi simbol pernikahan mereka. Keduanya saling memegang kain kecil tersebut dan resmilah mereka sebagai sepasang kekasih dalam tari serampang dua belas.
Begitulah kisah asmara pemuda melayu yang dikemas dalam bentuk tarian. Tari ini merupakan jenis tari tradisional yang dimainkan sepasang anak manusia yang mengandung pesan tentang perjalanan kisah anak muda dalam mencari jodoh, mulai dari perkenalan sampai memasuki tahap pernikahan. “ Inilah salah satu cara masyarakat Melayu Deli pada zaman dahulu mengajarkan tata cara pencarian jodoh kepada generasi muda,” ujar Delinar, salah seorang kepala sanggar tari di Taman Budaya Sumatera Utara.
Delinar yang juga dosen seni tari di Universitas Negeri Medan ini memaparkan asal muasal kata serampang dua belas. Penamaan serampang dua belas sendiri diambil dari kata serampang dan dua belas. Serampang berarti cepat dan dua belas menandakan jumlah ragam yang ada pada tarian ini. Sehingga makna dari tari ini adalah dua belas ragam yang ditarikan secara cepat.
Ivan , seorang pelatih tari serampang dua belas juga menceritakan asal muasal tari ini. Pada tahun 1940-an tari ini diciptakan oleh Sauti, masyarakat melayu deli di Kabupaten Deli Serdang kala itu. Namun awalnya, tari yang menceritakan kisah sepasang muda-mudi ini dibawakan oleh laki-laki saja karena budaya melayu yang tidak membolehkan perempuan menari waktu itu. “Seiring perkembangan waktu, tari serampang dua belas pun dibawakan oleh sepasang muda-mudi,” tambahnya.
Makna Ragam demi Ragam
Irama pulau sari diputar. Terdengar ke seputaran Taman Budaya Sumatera Utara
sore itu. Sepasang muda-mudi mulai meragakan tarian khas melayu ini. Ocha dan Irham namanya.
Mereka berputar sembari melompat-lompat kecil yang menggambarkan pertemuan pertama. Pada ragam pertama ini bercerita tentang pertemuan mereka yang diselingi sikap penuh tanda tanya dan malu-malu.
Sambil berjalan kecil, dua muda-mudi melayu ini lalu berputar dan berbalik ke posisi semula sebagai simbol mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya. Sayang, mereka belum berani untuk mengutarakannya.
Lagi-lagi mereka saling berputar . Sebagai simbol sedang memendam cinta. Ocha dan Irham semakin sering bertemu, sehingga membuat cinta makin lama makin bersemi. Namun, keduanya masih memendamnya tanpa dapat mengutarakannya. Gerakan dalam ragam ini pun menggambarkan kegundahan mereka yang memendam rasa.
Pada ragam keempat, mereka menari seperti orang mabuk yang menyimbolkan dua pasang kekasih yang sedang dimabuk kepayang. Mereka terus melenggak-lenggok dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Proses pertemuan jiwa sudah mulai mendalam antara Ocha dan Irham.
Ocha berjalan melenggak-lenggok sebagai simbol memberi isyarat. Ocha terus berusaha mengutarakan rasa suka dan cinta dengan memberi tanda terhadap Irham. Mengikuti secara teratur kemana Irham bergerak.
Isyarat cinta mulai kelihatan. Irham memulai dengan menggerakkan sebelah tangan. Ia pun melakukan tarian dengan langkah yang seirama dengan ocha.
Mereka sudah saling menduga. Pada ragam ketujuh ini, menggambarkan terjadinya kesepahaman antara Ocha dan Irham dalam menangkap isyarat yang saling diberikan. Kaki saling memberikan isyarat. Dari isyarat ini mereka telah yakin untuk melanjutkan kisah yang telah mereka rajut hingga memasuki jenjang perkawinan. Setelah janji diucapkan, maka mereka seolah pulang untuk bersiap-siap melanjutkan cerita indah selanjutnya.
Irama pulau sari terus berdendang. Dua muda-mudi itu melonjak maju-mundur simbol proses meyakinkan diri. Melompat sebanyak tiga kali ke depan dan ke belakang. Mereka yang telah berjanji, mecoba kembali meresapi dan meyakinkan diri untuk memasuki tahap kehidupan selanjutnya. Wajah Irham merona senyum sambil memandang dara di depannya. Ocha seolah malu namun bahagia. Mereka bersuka ria menunjukkan asik bersenda-gurau sebelum memasuki jenjang pengenalan dengan keluarga.
Sampai pada ragam kesembilan. Mereka melonjak sebagai simbol menunggu jawaban. Gerakan ini menggambarkan upaya mereka untuk meminta restu kepada orang tua agar menerima pasangan yang mereka pilih. Mereka pun berdebar-debar menunggu jawaban dan restu orang tua mereka.
Muda-mudi itu pun saling mendatangi sebagai simbol dari proses peminangan Irham terhadap Ocha. Setelah ada jawaban kepastian dan restu dari kedua orang tua masing-masing, maka pihak Irham mengambil inisiatif untuk melakukan peminangan terhadap Ocha. Hal ini dilakukan agar cinta yang sudah lama bersemi dapat bersatu dalam sebuah ikatan suci, yaitu perkawinan.
Satu ragam sebelum pernikahan. Mereka berjalan beraneka cara sebagai simbol dari proses mengantar pengantin ke pelaminan. Setelah lamaran yang diajukan oleh pemuda diterima, maka kedua keluarga akan melangsungkan perkawinan. Mereka pun menari dengan senyum yang tak pernah berhenti sebagai ungkapan rasa syukur menyatunya mereka yang sudah lama dimabuk asmara menuju pelaminan dengan hati yang berbahagia.
Pada ragam keduabelas ini, keduanya saling memegang saputangan pertanda resmilah mereka sebagai sepasang kekasih. Kembali berputar dan berhentilah alunan khas melayu ini. Usai sudah kedua muda-mudi ini melakoni perannya dalam tari serampang dua belas. Bercerita dalam tarian. Pada duabelas ragam untuk satu cerita. (Harry Yassir Elhadidy Siregar)