Harry Yassir Elhadidy Siregar

Communication Science, University of Sumatera Utara
"Horas" Medan - Indonesia

Laman

Selasa, 17 April 2012

Puisi bukan Cerita

Ini puisi tentang wanita

Tak ada cerita di dalamnya

Ia ingin menantang hidup

Membelah bahkan sesekali inginnya meremas belati

Bukan tak kuat ia berani begitu

Setiap hari diasahnya tumpulan besi

Dirajutnya pentalon benang galasan

hasil rendaman air pecahan kaca

Banyak lubang digalinya untuk siapa

Ia, katanya wanita penantang hidup

Penantang segalanya


Kemarin ia sempat terhunus peniti tak dikenal

Sakit katanya, lama membekas tak ingat kapan lupa

Berulang ia melihat lubang kecil itu

Tepat di atas tulang rusuk di bawah dagu kiri

Ia murung, entah kenapa

Mungkin tusukan peniti kecil itu


Ia, wanita masih menantang hidup

Berjalan dengan tusukan hasil bukan tebasan

Suaranya tetap lantang

Mimpinya masih menyala, merah

Ingin membakar tak sepahamnya

Entah tantangan ia lewati

Atau peniti kecil ia sakiti



Kamis, 12 April 2012

Kemana kau gurauan?


Kemarin aku melihat halilintar
Pelan saja ia menebaskan kilatnya
Hujan membuatnya menghilang
Malah, gabungan warna di langit muncul
Aku masih bertanya sebenarnya
Kemana halilintar itu

Sejam kemudian hujan tak berhenti
Aku masih menunggu gurauan halilintar
Sepeda seorang tua terdengar loncengnya
Mungkin ia ingin mengalihkan imajiku
Hujan masih rintik, lonceng berdering
Hujan berhenti, halilintar pasti hilang

Besok halilintar datang
Tapi hujan tak membasahi
Ia tak bergurau dengan nurnya
Hanya terdengar suara parau
Halilintar kenapa?
Aku bertanya
Tak pernah ada lagi hujan setelah halilintar
Gabungan warna di langit tetap ada
Lonceng seorang tua masih terdengar

Minggu, 08 April 2012

Tentang Sesuatu

Kita sudah sepakat dengan semua ini

Berlari pun sudah kau sampaikan sebelumnya

Lantas, mengapa kau diam?

Mengapa kau menuduh perca kaca itu

Aku penyebab kebingaran pagi tadi

Bukankah kita sudah berjanji

Berhambur dalam masing-masing diam

Aku ingin berlari dalam pekat

Saat kita dulu pernah berteriak tapi tak saling dengar

Sunyi…

Atau mematahkan ranting dari entah pohon apa

Kemudian kau menangis, berlari lagi

Kau tertawa tanpa menyadari penuh sudah purnama

Kalam dalam kelam kau sampaikan

Hening…

Tangan kita saling menggenggam

Saling bertautan dengan percahan kaca tetap kepingannya

Mencairi darah yang terus menetes

Tapi darah tak memecah kacah

Untuk apa menunggunya beku

Kalau harus darah yang menjadi salah

Tak akan semua berpadu

Kalau kacah sudah memerah darah

Sabtu, 12 November 2011

The best love affairs are those we never had.



Ya, perselingkuhan terindah adalah perselingkuhan yang tak pernah terjadi. Saat kau, aku, dan kita dapat saling merasakan indahnya perselingkuhan ini. Semakin besar pula rasa cinta yang ada. Cinta di atas semua perselingkuhan.

Terkadang kita berfkir bahwa perselingkuhan menjadi satu momok paling menakutkan dalam setiap hubungan spesial yang kita jalani. Alasan ketakutan ini bervariasi. Bisa saja kita belum menaruh rasa percaya seratus persen dengan pasangan kita sehingga kita masih meragukannya. Bisa pula kita terlalu mencintainya sehingga timbul sifat paranoid cinta (seriuss..?). Atau mungkin saja kita khawatir karna sebelumnya pasangan kita pernah memiliki hubungan spesial dengan orang tersebut. Dan mungkin juga karena pasangan kita memiliki sahabat yang juga sahabat kita. So, (mungkin) mereka terlaku dekat. Wah, banyak sekali alasan-alasan kenapa seseorang takut dengan kata perselingkuhan.

Beberapa waktu yang lalu, saya melihat sebuah fenomena tentang perselingkuhan. Seorang wanita dan teman prianya melakukan sebuah perselingkuhan di belakang kekasih mereka. Ya, mereka melakukan perselingkuhan terindah. Sayang, pasangan mereka tak tahu kalau mereka sedang berselingkuh indah. Otomatis sang pasangan marah bukan kepalang. Bahasa pasarannya "cemburu".

Begitulah yang terjadi pada mereka. Tanpa selidik yang akurat, cemburu membakar segalanya. Tak pikir panjang, pasangan yang merasa diselingkuhi kebakaran hati (emang ada?). Satu yang masih menjadi pertanyaan, apa alasan pasangan mereka 'cemburu' atas kejadian itu. Apakah ada pada poin di atas atau alasan lainnya? Wallahua'lam.

Yang jelas, memang mereka melakukan perselingkuhan. Perselingkuhan terindah yang membuat keduanya merasa bahagia. Sayang, perselingkuhan mereka berujung 'tak indah'. Sang pasangan tak mau terima. Tapi, tetap saja mereka mengatakan :
KAMI
SELINGKUH INDAH

Minggu, 23 Oktober 2011

Lewat Dua Menit Dini Hari

Entah apa yang harus disampaikan malam ini. Pada heningnya malam yang tak dapat mendengar. Atau sedikit cahaya rembulan yang masuk melalui ventilasi jendela. Seperti malam saat kita menatap ujung refleksi cahaya mercusuar di tempat itu. Masih ingatkah kau waktu itu setengah menit lagi dini hari? Ah, mungkin kau sudah lupa dengan semua kebodohan-kebodohan itu.

Sejak itu, aku mulai menghafal makanan kesukaanmu, memperhatikan organ tubuhmu yang semakin lama melemah, atau sekedar mencuri pandang saat kau tertidur di pangkuanku. Dan kau, lagi-lagi tak sadar kalau aku yang menaruh mawar di samping kasurmu. Setiap hari sampai kau benar-benar menyetujui kalau mawar itu putih, bukan merah.

Besoknya, kau masih tak tahu kalau akulah yang menaruh lem di buku kesayanganmu. Jelas tergambar bagaimana air mata membasahi pipimu saat itu. Aku terus tertawa melihatmu menangis. Bukan karena aku tak punya hati, justru aku bangga bisa membuatmu menangis. Beberapa detik kemudian kau mengutuk pelaku kejahatan itu di hadapanku. Tak sadarkah kau kalau akulah penyebab semuanya? Ah, kau terlalu polos untuk melihat pertanda.

2 tahun sejak kau menangis hari itu, aku kembali melihatmu menangis lagi. Kali ini, aku juga penyebab kau menangis. Aku memang selalu membuat wanita menangis, mungkin. Tapi, aku tak dapat tertawa saat kau menangis malam ini. Aku justru tak dapat melihatmu atau menyeka air matamu. Aku tak ingin menambah air matamu malam ini.

Besok, aku tak ingin melihat air matamu lagi sejak kejadian malam ini. Atau aku tak ingin membuatmu menangis lagi. Tersenyum lagi atau tertawa lagi. Aku hanya ingin kau ada disampingku tanpa air mata, tanpa tawa atau sekedar senyuman di bibirmu. Walau kau hadir di pangkuanku saat ajal menjemput kelak.

Rabu, 10 Agustus 2011

Mendaki Air Terjun Dwi Warna



Hutan di depan mata. Mulai memasang persiapan pendakian. Memanjat, menelusuri, tiarap, curam, terjal, kembali pada tanah datar serta menyebrangi sungai, menanjak, hingga akhirnya berhenti pada satu tempat dengan udara yang sangat dingin.

Ritme kegiatan itu akan selalu terekam di benak kita ketika berhasil menginjakkan kaki pada sebuah tempat berlanskap air terjun di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Berjalan sekitar dua jam dari Bumi Perkemahan Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara kita akan berhenti menikmati indahnya air terjun dengan dua warna berbeda. Akrab disebut Air Terjun Dwiwarna.

Ini adalah sebuah air terjun yang terdiri dari dua warna yang berbeda. Ditemukan sepuluh tahun yang lalu oleh seorang petapa dari Tano Batak. Namun, beberapa tahun belakangan tempat ini baru bisa dijamah masyarakat. Tapi, tunggu dulu. Suhu air, kontur bebatuan, dan tampilan pemandangan pun berbeda. Dengan keunikan itu, tak salah jika tempat ini kita jadikan satu destinasi perjalanan berpetualang di Sumatera Utara.

Kita mulai perjalanan dengan mempersiapkan perlengkapan layaknya para pendaki gunung. Hanya saja, untuk petualangan kali ini ditambah dengan perlengkapan mandi bagi yang ingin menikmati kolam alam di tengah hutan. Jangan lupa bekal makanan dan minuman. Energi kita akan terkuras habis sampai akhir perjalanan.

Sebelum masuk ke dalam hutan, sekitar sepuluh menit berjalan dari bumi perkemahan, kita akan menemui sebuah rumah pada persimpangan yang menjadi tempat registrasi bagi pendatang. Ada beberapa tawaran yang diberikan. Bagi para pemula yang belum pernah memasuki kawasan itu dianjurkan menggunakan ranger. Ranger adalah perjalanan sampai ke tujuan. Biaya ranger dan izin masuk bervariasi. Sebesar Rp 200 ribu harus keluar dari dompet jika berpergian di bawah sepuluh orang. Sedangkan perjalanan yang terdiri dari sepuluh orang atau lebih, maka akan dikenai biaya Rp 20 ribu per orang.

Biaya ini sudah termasuk pembayaran ranger, biaya kesehatan apabila terjadi kecelakan, uang izin dua desa, administratif, dan jaminan keselamatan. Namun, apabila kita tak ingin menggunakan ranger, maka cukup membayar sebesar Rp 50 ribu rupiah. Biaya ini hanya untuk pembayaran izin dua desa. Setelah kesepakatan terjadi, perjalanan pun dimulai.

Memasuki area hutan, kita tak perlu takut. Hanya melewati beberapa dam dan medan yang tak begitu menguras tenaga. Hanya saja, kita akan memulai pendakian yang sedikit landai setinggi sepuluh meter. Setelah pendakian pertama ini, ada sebuah tempat peristirahatan yang disediakan dengan beberapa kursi dari kayu. Cukuplah tempat ini menjadi pilihan kita apabila terlalu lelah pada pendakian pertama.

Selanjutnya kita akan melewati kawasan hutan yang sedikit gelap karena cahaya matahari ditutupi oleh pepohonan yang cukup besar. Hati-hati di kawasan ini. Kita akan keliru terhadap jalan yang harus dituju. Tak ada satu pun jalan yang menunjukkan ke arah mana kita harus pergi. Bagi kita yang tidak dipandu oleh ranger, pergunakanlah perasaan sebaik mungkin.

Di akhir perjalanan adalah medan yang paling menantang. Kita akan melewati tanjakan dan turunan yang sangat curam. Dengan kemiringan 45 derajat, kita harus berhati-hati. Pergunakan tali jika kondisi sangat membahayakan. Bebatuan tajam dan terjal menemani akhir perjalanan ini. Pada turunan terakhir, permukaan tanah yang licin menjatuhkan siapa saja yang tidak berhati-hati.

Kita akan melewati sungai dengan bebatuan besar, 20 menit sebelum pemberhentian terakhir. Kewaspadaan akan batu yang licin akan menyelamatkan kita pada setiap bahaya yang akan terjadi. Perjalanan pun diakhiri dengan medan yang datar. Dengan dipandu ranger, kurang lebih dua jam kita akan melihat pesona air terjun di dalam Bukit Barisan.

Semua lelah akan terbayar di tempat ini. Air terjun setinggi 20 meter berwarna biru menyambut kedatangan kita. Di kanan kirinya mengalir air terjun kecil setinggi lima meter. Tak banyak, ada sekitar dua sampai tiga air terjun kecil. Kawasan seluas 10x10 meter itu bersuhu sangat dingin. Bak pesakitan yang disiram air saat angin menusuk tulang. Sangat hebat jika kita mampu berenang lebih dari 20 menit. Bisa saja kaki kita keram karena dinginnya air.

Jangan puas dulu dengan pemandangan yang satu ini. Pandanglah sedikit ke arah kanan, kita akan menyaksikan pandangan berbeda. Air terjun yang tampak berwarna putih berada pada permukaan bebatuan sedikit lebih tinggi. Tak hanya warna, kalau kita merasa kedinginan setelah berada di air terjun berwarna biru, suhu air di kawasan ini cukup memberikan kita kehangatan. Jadi, disini lah solusinya jika kita tidak memiliki perapian. Berendam.

Cukup membawa persediaan air selama perjalanan pergi. Karena untuk kembali ke luar hutan, kita bisa menampung air mineral langsung dari mata air bebatuan. Tak ada bedanya dengan air mineral kemasan yang kita beli. Setelah mengisi penuh kantung-kantung air, hutan pun siap menemani kita kembali sampai ke rumah masing-masing. Selamat berpetualang!

Kota Tua Jakarta Yang Terlupakan






Fatahillah dikirim oleh Kesultanan Demak menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa di Kerajaan Hindu Padjajaran. Muncullah Jayakarta. Kemudian dihancurkan dan dibangunlah kota baru bernama Batavia.



Kota itulah yang kini kerap disebut sebagai Kota Tua Jakarta. Dulunya kota ini adalah pusat pemerintahan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), Hindia Timur Belanda sampai Indonesia. Tak salah jika Anda menjadikan tempat ini salah satu wisata tempo dulu di Kota Jakarta.

Areal 15 hektar ini terletak tepat melintasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Tiga ratus meter berjalan dari pemberhentian terakhir kereta api di Stasiun Jakarta Kota, Anda sudah sampai di pelataran utama Kota Tua. Bagi Anda yang menggunakan angkutan umum, bus Trans Jakarta pun tak jauh berhenti dari kota tua ini. Jangan heran kalau Anda akan disambut dengan keramaian Kota Tua di pelataran utama.

Pada pelataran ini Anda akan menemukan beberapa bangunan besar tempo dulu. Misalnya Museum Fatahillah, Museum Wayang, Kantor Pos, Cafe Batavia dan lainnya. Di sini Anda akan dibawa menapaki Jakarta tempo dulu dengan bangunan khas Belanda dan tata kota pelabuhan tradisional jawa. Cafe Batavia misalnya. Di kafe ini Anda masih menemukan suasana menikmati hidangan dalam kafe layaknya di luar negeri. Pada kantor pos yang terletak di bagian depan, Anda akan melihat bangunan kantor berarsitektur Belanda yang digunakan untuk kegiatan mengirim surat. Museum Wayang, dulunya Gereja De Oude Hollandsche Kerk, juga akan membawa Anda melihat koleksi wayang se-Indonesia di dalam lorong yang panjang.

Setelah puas mengelilingi pelataran utama kota tua, Anda bisa melanjutnya wisata sejarah dengan mengunjungi Jembatan Kota Intan. Sekitar satu kilometer berjalan melewati barisan toko tempo dulu, Anda akan menemukan sebuah jembatan tua ala Golden Bridge. Jembatan ini disebut juga Engelse Brug (Jembatan Inggris), Juliana Bridge, Jembatan Pasar Ayam, dan Jembatan Jungkit. Jembatan ini dulunya bisa terbuka ke atas sebagai tempat lewat kapal dan perahu. Namun, sekarang jembatan yang konstruksinya hampir semua terbuat dari kayu ini sudah tidak difungsikan lagi.

Perjalanan belum usai. Berjalan satu kilometer lagi dari jembatan, Anda akan menemui sebuah menara setinggi dua belas meter yang disebut Menara Syahbandar (disebut juga Uitkijk Post). Dulunya, menara ini dijadikan lokasi untuk mengawasi dan memandu kapal-kapal yang masuk ke Batavia sebelum Pelabuhan Tanjung Priok resmi beroperasi. Selain itu, Menara Syahbandar menjadi titik 0 atau kilometer 0 Kota Jakarta sebelum dipindahkan ke Monumen Nasional sekitar tahun 80-an. Keunikan lain dari menara ini adalah kemiringannnya. Jika boleh disamakan, menara ini seperti Menara Pisa Italia yang berdiri miring beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Di sini Anda dapat melihat Kota Tua dari ketinggian.

Selain itu sekitar seratus meter dari menara, Anda akan menemukan sebuah bangunan tua yang disebut Museum Bahari. Museum ini adalah tempat menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Salah satu koleksi museum ini adalah replika kapal pinisi indonesia dan berbagai jenis replika kapal dari berbagai daerah. Bangunan seluas 9.800 meter persegi ini dulunya adalah gudang penyimpanan hasil bumi VOC. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai tempat penyimpanan barang logistik tentara Jepang.

Wisata Kota Tua Jakarta Anda akan diakhiri dengan melihat suasana Pelabuhan Sunda Kelapa. Salah satu pelabuhan tertua di Indonesia ini dulunya adalah pusat perdagangan oleh kapal-kapal Hindia Belanda.

Anda dapat melihat keramaian aktivitas bongkar muat barang-barang kapal antar pulau.Menariknya, bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional yakni dengan menggunakan tenaga manusia. Tak hanya itu, Anda pun dapat melihat keindahan kapal-kapal pinisi tua yang berlabuh dengan ciri khas yang meruncing pada ujungnya.

Dengan berjalan kaki, cukup seharian Anda menghabiskan waktu mengelilingi kota tua ini. Namun jika ingin mengendarai sepeda tua dengan mengunakan topi ala meneer dan mevrouw Belanda, Anda cukup merogoh kocek sebesar dua puluh ribu rupiah untuk satu jam. Menarik bukan?

Yang Terlupakan

Di tengah metropolisnya Kota Jakarta, sayang tempat ini tidak terawat dengan baik. Banyak bangunan tua yang sudah rubuh dan akan hancur. Misalnya bangunan PT. Jasindo (Jasa Asuransi Indonesia)–dulunya perusahan Belanda bernama West Jaya–yang sudah hancur pada tahun 2011. Selain itu masih ada belasan bangunan tua lagi yang sudah hancur seperti Tugu Jam Kota Tua Jakarta, Benteng Batavia, Gerbang Amsterdam, dan Jalur Trem Batavia.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap tempat ini menjadikannya tidak terawat dengan baik dan terkesan kumuh. Tidak ada penataan kota yang terstruktur dan bersih. Di mana-mana terdapat pedagang dan suasana menjadi riuh. Kondisi ini membuat Kota Tua Jakarta seolah terlupakan. Padahal di sinilah awal mula Jakarta itu ada.

Namun demikian, hal ini justru bukan membuat Anda untuk tidak mengunjungi tempat ini. Salah satu partisipasi Anda dalam menjaga cagar budaya ini adalah dengan mengunjunginya dan mempelajari sejarahnya. Mudah-mudahan tempat ini tetap ada dan terjaga kelestariannya. Mari berwisata sejarah.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger