Harry Yassir Elhadidy Siregar

Communication Science, University of Sumatera Utara
"Horas" Medan - Indonesia

Laman

Rabu, 10 Agustus 2011

Mendaki Air Terjun Dwi Warna



Hutan di depan mata. Mulai memasang persiapan pendakian. Memanjat, menelusuri, tiarap, curam, terjal, kembali pada tanah datar serta menyebrangi sungai, menanjak, hingga akhirnya berhenti pada satu tempat dengan udara yang sangat dingin.

Ritme kegiatan itu akan selalu terekam di benak kita ketika berhasil menginjakkan kaki pada sebuah tempat berlanskap air terjun di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Berjalan sekitar dua jam dari Bumi Perkemahan Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara kita akan berhenti menikmati indahnya air terjun dengan dua warna berbeda. Akrab disebut Air Terjun Dwiwarna.

Ini adalah sebuah air terjun yang terdiri dari dua warna yang berbeda. Ditemukan sepuluh tahun yang lalu oleh seorang petapa dari Tano Batak. Namun, beberapa tahun belakangan tempat ini baru bisa dijamah masyarakat. Tapi, tunggu dulu. Suhu air, kontur bebatuan, dan tampilan pemandangan pun berbeda. Dengan keunikan itu, tak salah jika tempat ini kita jadikan satu destinasi perjalanan berpetualang di Sumatera Utara.

Kita mulai perjalanan dengan mempersiapkan perlengkapan layaknya para pendaki gunung. Hanya saja, untuk petualangan kali ini ditambah dengan perlengkapan mandi bagi yang ingin menikmati kolam alam di tengah hutan. Jangan lupa bekal makanan dan minuman. Energi kita akan terkuras habis sampai akhir perjalanan.

Sebelum masuk ke dalam hutan, sekitar sepuluh menit berjalan dari bumi perkemahan, kita akan menemui sebuah rumah pada persimpangan yang menjadi tempat registrasi bagi pendatang. Ada beberapa tawaran yang diberikan. Bagi para pemula yang belum pernah memasuki kawasan itu dianjurkan menggunakan ranger. Ranger adalah perjalanan sampai ke tujuan. Biaya ranger dan izin masuk bervariasi. Sebesar Rp 200 ribu harus keluar dari dompet jika berpergian di bawah sepuluh orang. Sedangkan perjalanan yang terdiri dari sepuluh orang atau lebih, maka akan dikenai biaya Rp 20 ribu per orang.

Biaya ini sudah termasuk pembayaran ranger, biaya kesehatan apabila terjadi kecelakan, uang izin dua desa, administratif, dan jaminan keselamatan. Namun, apabila kita tak ingin menggunakan ranger, maka cukup membayar sebesar Rp 50 ribu rupiah. Biaya ini hanya untuk pembayaran izin dua desa. Setelah kesepakatan terjadi, perjalanan pun dimulai.

Memasuki area hutan, kita tak perlu takut. Hanya melewati beberapa dam dan medan yang tak begitu menguras tenaga. Hanya saja, kita akan memulai pendakian yang sedikit landai setinggi sepuluh meter. Setelah pendakian pertama ini, ada sebuah tempat peristirahatan yang disediakan dengan beberapa kursi dari kayu. Cukuplah tempat ini menjadi pilihan kita apabila terlalu lelah pada pendakian pertama.

Selanjutnya kita akan melewati kawasan hutan yang sedikit gelap karena cahaya matahari ditutupi oleh pepohonan yang cukup besar. Hati-hati di kawasan ini. Kita akan keliru terhadap jalan yang harus dituju. Tak ada satu pun jalan yang menunjukkan ke arah mana kita harus pergi. Bagi kita yang tidak dipandu oleh ranger, pergunakanlah perasaan sebaik mungkin.

Di akhir perjalanan adalah medan yang paling menantang. Kita akan melewati tanjakan dan turunan yang sangat curam. Dengan kemiringan 45 derajat, kita harus berhati-hati. Pergunakan tali jika kondisi sangat membahayakan. Bebatuan tajam dan terjal menemani akhir perjalanan ini. Pada turunan terakhir, permukaan tanah yang licin menjatuhkan siapa saja yang tidak berhati-hati.

Kita akan melewati sungai dengan bebatuan besar, 20 menit sebelum pemberhentian terakhir. Kewaspadaan akan batu yang licin akan menyelamatkan kita pada setiap bahaya yang akan terjadi. Perjalanan pun diakhiri dengan medan yang datar. Dengan dipandu ranger, kurang lebih dua jam kita akan melihat pesona air terjun di dalam Bukit Barisan.

Semua lelah akan terbayar di tempat ini. Air terjun setinggi 20 meter berwarna biru menyambut kedatangan kita. Di kanan kirinya mengalir air terjun kecil setinggi lima meter. Tak banyak, ada sekitar dua sampai tiga air terjun kecil. Kawasan seluas 10x10 meter itu bersuhu sangat dingin. Bak pesakitan yang disiram air saat angin menusuk tulang. Sangat hebat jika kita mampu berenang lebih dari 20 menit. Bisa saja kaki kita keram karena dinginnya air.

Jangan puas dulu dengan pemandangan yang satu ini. Pandanglah sedikit ke arah kanan, kita akan menyaksikan pandangan berbeda. Air terjun yang tampak berwarna putih berada pada permukaan bebatuan sedikit lebih tinggi. Tak hanya warna, kalau kita merasa kedinginan setelah berada di air terjun berwarna biru, suhu air di kawasan ini cukup memberikan kita kehangatan. Jadi, disini lah solusinya jika kita tidak memiliki perapian. Berendam.

Cukup membawa persediaan air selama perjalanan pergi. Karena untuk kembali ke luar hutan, kita bisa menampung air mineral langsung dari mata air bebatuan. Tak ada bedanya dengan air mineral kemasan yang kita beli. Setelah mengisi penuh kantung-kantung air, hutan pun siap menemani kita kembali sampai ke rumah masing-masing. Selamat berpetualang!


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Kota Tua Jakarta Yang Terlupakan






Fatahillah dikirim oleh Kesultanan Demak menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa di Kerajaan Hindu Padjajaran. Muncullah Jayakarta. Kemudian dihancurkan dan dibangunlah kota baru bernama Batavia.



Kota itulah yang kini kerap disebut sebagai Kota Tua Jakarta. Dulunya kota ini adalah pusat pemerintahan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), Hindia Timur Belanda sampai Indonesia. Tak salah jika Anda menjadikan tempat ini salah satu wisata tempo dulu di Kota Jakarta.

Areal 15 hektar ini terletak tepat melintasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Tiga ratus meter berjalan dari pemberhentian terakhir kereta api di Stasiun Jakarta Kota, Anda sudah sampai di pelataran utama Kota Tua. Bagi Anda yang menggunakan angkutan umum, bus Trans Jakarta pun tak jauh berhenti dari kota tua ini. Jangan heran kalau Anda akan disambut dengan keramaian Kota Tua di pelataran utama.

Pada pelataran ini Anda akan menemukan beberapa bangunan besar tempo dulu. Misalnya Museum Fatahillah, Museum Wayang, Kantor Pos, Cafe Batavia dan lainnya. Di sini Anda akan dibawa menapaki Jakarta tempo dulu dengan bangunan khas Belanda dan tata kota pelabuhan tradisional jawa. Cafe Batavia misalnya. Di kafe ini Anda masih menemukan suasana menikmati hidangan dalam kafe layaknya di luar negeri. Pada kantor pos yang terletak di bagian depan, Anda akan melihat bangunan kantor berarsitektur Belanda yang digunakan untuk kegiatan mengirim surat. Museum Wayang, dulunya Gereja De Oude Hollandsche Kerk, juga akan membawa Anda melihat koleksi wayang se-Indonesia di dalam lorong yang panjang.

Setelah puas mengelilingi pelataran utama kota tua, Anda bisa melanjutnya wisata sejarah dengan mengunjungi Jembatan Kota Intan. Sekitar satu kilometer berjalan melewati barisan toko tempo dulu, Anda akan menemukan sebuah jembatan tua ala Golden Bridge. Jembatan ini disebut juga Engelse Brug (Jembatan Inggris), Juliana Bridge, Jembatan Pasar Ayam, dan Jembatan Jungkit. Jembatan ini dulunya bisa terbuka ke atas sebagai tempat lewat kapal dan perahu. Namun, sekarang jembatan yang konstruksinya hampir semua terbuat dari kayu ini sudah tidak difungsikan lagi.

Perjalanan belum usai. Berjalan satu kilometer lagi dari jembatan, Anda akan menemui sebuah menara setinggi dua belas meter yang disebut Menara Syahbandar (disebut juga Uitkijk Post). Dulunya, menara ini dijadikan lokasi untuk mengawasi dan memandu kapal-kapal yang masuk ke Batavia sebelum Pelabuhan Tanjung Priok resmi beroperasi. Selain itu, Menara Syahbandar menjadi titik 0 atau kilometer 0 Kota Jakarta sebelum dipindahkan ke Monumen Nasional sekitar tahun 80-an. Keunikan lain dari menara ini adalah kemiringannnya. Jika boleh disamakan, menara ini seperti Menara Pisa Italia yang berdiri miring beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Di sini Anda dapat melihat Kota Tua dari ketinggian.

Selain itu sekitar seratus meter dari menara, Anda akan menemukan sebuah bangunan tua yang disebut Museum Bahari. Museum ini adalah tempat menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Salah satu koleksi museum ini adalah replika kapal pinisi indonesia dan berbagai jenis replika kapal dari berbagai daerah. Bangunan seluas 9.800 meter persegi ini dulunya adalah gudang penyimpanan hasil bumi VOC. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai tempat penyimpanan barang logistik tentara Jepang.

Wisata Kota Tua Jakarta Anda akan diakhiri dengan melihat suasana Pelabuhan Sunda Kelapa. Salah satu pelabuhan tertua di Indonesia ini dulunya adalah pusat perdagangan oleh kapal-kapal Hindia Belanda.

Anda dapat melihat keramaian aktivitas bongkar muat barang-barang kapal antar pulau.Menariknya, bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional yakni dengan menggunakan tenaga manusia. Tak hanya itu, Anda pun dapat melihat keindahan kapal-kapal pinisi tua yang berlabuh dengan ciri khas yang meruncing pada ujungnya.

Dengan berjalan kaki, cukup seharian Anda menghabiskan waktu mengelilingi kota tua ini. Namun jika ingin mengendarai sepeda tua dengan mengunakan topi ala meneer dan mevrouw Belanda, Anda cukup merogoh kocek sebesar dua puluh ribu rupiah untuk satu jam. Menarik bukan?

Yang Terlupakan

Di tengah metropolisnya Kota Jakarta, sayang tempat ini tidak terawat dengan baik. Banyak bangunan tua yang sudah rubuh dan akan hancur. Misalnya bangunan PT. Jasindo (Jasa Asuransi Indonesia)–dulunya perusahan Belanda bernama West Jaya–yang sudah hancur pada tahun 2011. Selain itu masih ada belasan bangunan tua lagi yang sudah hancur seperti Tugu Jam Kota Tua Jakarta, Benteng Batavia, Gerbang Amsterdam, dan Jalur Trem Batavia.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap tempat ini menjadikannya tidak terawat dengan baik dan terkesan kumuh. Tidak ada penataan kota yang terstruktur dan bersih. Di mana-mana terdapat pedagang dan suasana menjadi riuh. Kondisi ini membuat Kota Tua Jakarta seolah terlupakan. Padahal di sinilah awal mula Jakarta itu ada.

Namun demikian, hal ini justru bukan membuat Anda untuk tidak mengunjungi tempat ini. Salah satu partisipasi Anda dalam menjaga cagar budaya ini adalah dengan mengunjunginya dan mempelajari sejarahnya. Mudah-mudahan tempat ini tetap ada dan terjaga kelestariannya. Mari berwisata sejarah.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger