Harry Yassir Elhadidy Siregar

Communication Science, University of Sumatera Utara
"Horas" Medan - Indonesia

Laman

Rabu, 10 Agustus 2011

Kota Tua Jakarta Yang Terlupakan






Fatahillah dikirim oleh Kesultanan Demak menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa di Kerajaan Hindu Padjajaran. Muncullah Jayakarta. Kemudian dihancurkan dan dibangunlah kota baru bernama Batavia.



Kota itulah yang kini kerap disebut sebagai Kota Tua Jakarta. Dulunya kota ini adalah pusat pemerintahan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), Hindia Timur Belanda sampai Indonesia. Tak salah jika Anda menjadikan tempat ini salah satu wisata tempo dulu di Kota Jakarta.

Areal 15 hektar ini terletak tepat melintasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Tiga ratus meter berjalan dari pemberhentian terakhir kereta api di Stasiun Jakarta Kota, Anda sudah sampai di pelataran utama Kota Tua. Bagi Anda yang menggunakan angkutan umum, bus Trans Jakarta pun tak jauh berhenti dari kota tua ini. Jangan heran kalau Anda akan disambut dengan keramaian Kota Tua di pelataran utama.

Pada pelataran ini Anda akan menemukan beberapa bangunan besar tempo dulu. Misalnya Museum Fatahillah, Museum Wayang, Kantor Pos, Cafe Batavia dan lainnya. Di sini Anda akan dibawa menapaki Jakarta tempo dulu dengan bangunan khas Belanda dan tata kota pelabuhan tradisional jawa. Cafe Batavia misalnya. Di kafe ini Anda masih menemukan suasana menikmati hidangan dalam kafe layaknya di luar negeri. Pada kantor pos yang terletak di bagian depan, Anda akan melihat bangunan kantor berarsitektur Belanda yang digunakan untuk kegiatan mengirim surat. Museum Wayang, dulunya Gereja De Oude Hollandsche Kerk, juga akan membawa Anda melihat koleksi wayang se-Indonesia di dalam lorong yang panjang.

Setelah puas mengelilingi pelataran utama kota tua, Anda bisa melanjutnya wisata sejarah dengan mengunjungi Jembatan Kota Intan. Sekitar satu kilometer berjalan melewati barisan toko tempo dulu, Anda akan menemukan sebuah jembatan tua ala Golden Bridge. Jembatan ini disebut juga Engelse Brug (Jembatan Inggris), Juliana Bridge, Jembatan Pasar Ayam, dan Jembatan Jungkit. Jembatan ini dulunya bisa terbuka ke atas sebagai tempat lewat kapal dan perahu. Namun, sekarang jembatan yang konstruksinya hampir semua terbuat dari kayu ini sudah tidak difungsikan lagi.

Perjalanan belum usai. Berjalan satu kilometer lagi dari jembatan, Anda akan menemui sebuah menara setinggi dua belas meter yang disebut Menara Syahbandar (disebut juga Uitkijk Post). Dulunya, menara ini dijadikan lokasi untuk mengawasi dan memandu kapal-kapal yang masuk ke Batavia sebelum Pelabuhan Tanjung Priok resmi beroperasi. Selain itu, Menara Syahbandar menjadi titik 0 atau kilometer 0 Kota Jakarta sebelum dipindahkan ke Monumen Nasional sekitar tahun 80-an. Keunikan lain dari menara ini adalah kemiringannnya. Jika boleh disamakan, menara ini seperti Menara Pisa Italia yang berdiri miring beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Di sini Anda dapat melihat Kota Tua dari ketinggian.

Selain itu sekitar seratus meter dari menara, Anda akan menemukan sebuah bangunan tua yang disebut Museum Bahari. Museum ini adalah tempat menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Salah satu koleksi museum ini adalah replika kapal pinisi indonesia dan berbagai jenis replika kapal dari berbagai daerah. Bangunan seluas 9.800 meter persegi ini dulunya adalah gudang penyimpanan hasil bumi VOC. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai tempat penyimpanan barang logistik tentara Jepang.

Wisata Kota Tua Jakarta Anda akan diakhiri dengan melihat suasana Pelabuhan Sunda Kelapa. Salah satu pelabuhan tertua di Indonesia ini dulunya adalah pusat perdagangan oleh kapal-kapal Hindia Belanda.

Anda dapat melihat keramaian aktivitas bongkar muat barang-barang kapal antar pulau.Menariknya, bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional yakni dengan menggunakan tenaga manusia. Tak hanya itu, Anda pun dapat melihat keindahan kapal-kapal pinisi tua yang berlabuh dengan ciri khas yang meruncing pada ujungnya.

Dengan berjalan kaki, cukup seharian Anda menghabiskan waktu mengelilingi kota tua ini. Namun jika ingin mengendarai sepeda tua dengan mengunakan topi ala meneer dan mevrouw Belanda, Anda cukup merogoh kocek sebesar dua puluh ribu rupiah untuk satu jam. Menarik bukan?

Yang Terlupakan

Di tengah metropolisnya Kota Jakarta, sayang tempat ini tidak terawat dengan baik. Banyak bangunan tua yang sudah rubuh dan akan hancur. Misalnya bangunan PT. Jasindo (Jasa Asuransi Indonesia)–dulunya perusahan Belanda bernama West Jaya–yang sudah hancur pada tahun 2011. Selain itu masih ada belasan bangunan tua lagi yang sudah hancur seperti Tugu Jam Kota Tua Jakarta, Benteng Batavia, Gerbang Amsterdam, dan Jalur Trem Batavia.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap tempat ini menjadikannya tidak terawat dengan baik dan terkesan kumuh. Tidak ada penataan kota yang terstruktur dan bersih. Di mana-mana terdapat pedagang dan suasana menjadi riuh. Kondisi ini membuat Kota Tua Jakarta seolah terlupakan. Padahal di sinilah awal mula Jakarta itu ada.

Namun demikian, hal ini justru bukan membuat Anda untuk tidak mengunjungi tempat ini. Salah satu partisipasi Anda dalam menjaga cagar budaya ini adalah dengan mengunjunginya dan mempelajari sejarahnya. Mudah-mudahan tempat ini tetap ada dan terjaga kelestariannya. Mari berwisata sejarah.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

1 comments:

Nanang gr mengatakan...

Bukan kah tugu jam di taman stasiun kota/beos masih ada mas...
Hanya saja tak terlihat keberadaannya karena tertutup halte busway jakarta kota?

Atau ada tugu jam yang lain kah?

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger